Pekerja
sosial yang bekerja di lembaga, pada sisi lain, diatur oleh misi lembaga dan
oleh aturan dalam memilih teknik-teknik praktek. Pekerja sosial di praktek
privat berfungsi dalam setting nonorganisasi, sementara pekerja sosial lembaga
dipandu secara operasional oleh prinsip-prinsip birokrasi.
Praktisioner
independen menerima uang atas pelayanan yang dikontrakkan secara langsung
kepadanya, sementara penghasilan pekerja sosial lembaga berasal dari pemasukan
lembaga.
Karena
pekerja sosial di praktek privat bekerja secara independen dan tanpa supervisi,
mereka harus memiliki kredensial yang tepat dan memiliki pengalaman praktek
yang signifikan.
Selanjutnya,
mereka harus memiliki lisensi, sertifikasi, atau registrasi (licensed,
certified, or registered) untuk berpraktek secara independen.
Pekerja
sosial di berbagai setting harus tunduk kepada nilai-nilai, standard-standard, dan
etika pekerjaan sosial. Praktisioner privat bertanggung jawab (responsible) dan
bertanggung gugat (accountable) secara profesional terhadap klien dan terhadap
profesinya sendiri.
Mereka
tidak mengalami jejaring dukungan dan ”safety net” (jejaring keselamatan) yang
diberikan di bawah naungan lembaga, dalam relasi kolegial, dan melalui bimbingan
supervisi.
Selain
itu, praktisioner independen pekerjaan sosial harus mengembangkan ukuran-ukuran
efektivitas praktek dan dukungan kolegial serta mengelola krisis seperti klien
bunuh diri atau psikotik dan potensi penyelidikan malpraktek (Motorin,
Rosenberg, Levitt, & Rosenblum, 1987 dalam DuBois & Miley, h. 83).
Ada
juga resiko kejenuhan (burnout) sebagai akibat dari isolasi relatif dan terlalu
banyak pekerjaan yang harus diselesaikan sesuai jadwal. Akhirnya, perhatian
harus diberikan kepada konsultasi dengan kolega, perkembangan profesional, dan
kegiatankegiatan pemulihan atau restoratif yang memadai (Barker, 1984 dalam
DuBois & Miley, h. 83).