Arti dan Contoh Pengawetan Dengan Suhu Tinggi

Pengawetan dengan suhu panas sebenarnya sudah lama digunakan, sejak manusia dikenalkan dengan istilah memasak. Saat kamu memasak, misalnya merebus atau menggoreng suatu bahan makanan, sebenarnya kamu sedang melakukan proses pengawetan dengan suhu panas.

Tetapi seringkali kita tidak mengetahui batasan pemanasan yang dilakukan terhadap makanan. Jika pemanasannya tidak tepat, maka akan banyak nilai gizi yang hilang dari makanan yang dimasak tersebut. Pemanasan yang baik adalah secukupnya agar nilai gizi yang hilang tidak terlalu banyak.

Dua faktor yang harus diperhatikan dalam pengawetan dengan panas, yaitu sebagai berikut.

1)   Jumlah panas yang diberikan harus cukup untuk mematikan mikroba pembusuk dan mikroba pathogen.

2)   Jumlah panas yang digunakan tidak boleh menyebabkan penurunan gizi dan cita rasa makanan.

Jumlah panas yang diberikan dalam proses pengolahan pangan tidak boleh lebih dari jumlah minimal panas yang dibutuhkan untuk membunuh mikroba yang dimaksud.

Dalam proses pemanasan, ada hubungan antara panas dan waktu, yaitu jika suhu yang digunakan rendah, maka waktu pemanasan harus lebih lama. Jika suhu tinggi, waktu pemanasan singkat.

Sebagai contoh misalnya jumlah panas yang diterima bahan jika kita memanaskan selama 10 jam di dalam air mendidih (100 ­C) kira-kira sama dengan memanaskan bahan tersebut selama 20 menit pada suhu 121 ­C.

Berdasarkan penggunaan suhu, waktu dan tujuan pemanasan, proses pemanasan dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu proses pasteurisasi dan sterilisasi.